Batik Tanah Liek, Batiknya Sumatera Barat
Batik ini disebut batik tanah liek, karena batik yang asalnya dari Sumatera Barat itu salah satu pewarnanya adalah tanah liek,
yaitu tanah liat. Ada bermacam-macam sumber pewarna alam lainnya. Ada
yang dari kulit jengkol, kulit rambutan, gambir, kulit mahoni, daun
jerame dan masih banyak akar-akar lainnya yang juga digunakan. Sejumlah
pewarna alam ini adalah hasil penemuan Wirda Hanim yang sudah
berulang-ulang kali dicoba.
Untuk
mengetahui cara membuat pewarna alam, Wirda Hanim sempat belajar ke
Yogyakarta. Setelah kembali ke Padang, ia mengolah lagi dan tak
bosan-bosannya melakukan eksperimen berulang kali dengan memanfaatkan
bahan alam yang ada di sekitarnya. Kerja keras serta upayanya itu tidak
sia-sia. Pada 2006, ia mendapat Upakarti dari Presiden.
Sebelum terjun sebagai perajin batik, mulanya Wirda adalah perajin sulam dan bordir. Ceritanya suatu hari ia menghadiri acara pesta Di
sana ia melihat ada seorang wanita tua mengenakan batik tanah liek yang
sudah lusuh. Wirda ingin sekali agar batik lusuh itu dapat cerah
seperti sedia kala. Tapi ia tidak tahu caranya. Rasa ingin tahunya
mengenai batik semakin menggebu. Wirda jadi `jatuh hati`
pada batik. Tak kepalang tanggung, ia belajar membatik di Yogyakarta.
Karena ternyata tidak mudah, akhirnya ia memboyong pembatik asal Jawa
Tengah itu ke Padang. Oleh Wirda sejumlah ibu rumah tangga di sekitar
rumahnya dikumpulkan untuk belajar membatik. Akhirnya sampai kini mereka
jadi pandai membatik. Para ibu rumah tangga inilah adalah bagian dari
50 perajin batik yang bekerja untuk Wirda. Selain mereka, Wirda
mempekerjakan kaum pria untuk bagian pencelupan warna dan melorot..
Menurut
Yanti, yang sehari-harinya dipercaya di bagian penjualan, Wirda Hanim
satu-satunya perajin batik di Padang yang menggunakan pewarna alam. “Selain
sudah pernah pameran di berbagai kota besar, Ibu pernah pameran di luar
negeri, yang saya tahu sekali di Afrika.”jelas Yanti.
Batik Tanah Liek menurut sejarahnya berasal dari Cina yang dibawa oleh pedagang Cina. Karena indahnya wanita Minang memanfaatkan batik ini untuk selendang. Harganya tergolong mahal Sehingga
hanya digunakan pada acara-acara tertentu saja. Pada acara itu pun
hanya dipakai oleh ninik mamak dan bundo kanduang, atau panutan adat. Selendang ini selalu dipertahankan oleh orang Minang sebagai kerajinan peninggalan nenek moyang.
Eksotisme Batik Sumatera
Sebagai orang Indonesia anda pasti sudah familiar dengan batik. Kain
khas Indonesia dengan corak khas bernilai seni tinggi serta memiliki
filosofi yang dalam yang di akui oleh
UNESCO sebagai
warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non bendawi
sejak 2 Oktober 2009. Sebagian besar dari kita tentu sudah mengetahui
mengetahui mengenai motif dan corak batik yang sebagian besar mengacu ke
corak batik Jawa. Tidak salah memang karena batik yang selama ini
populer di masyarakat adalah batik yang berasal dari pulau Jawa. Akan
tetapi tahukah anda kalau di belahan pulau lain, tepatnya pulau
Sumatera, juga memiliki corak batik yang khas dan tidak kalah eksotis?
Untuk itu saya akan mencoba untuk berbagi sedikit yang saya tahu
mengenai batik Sumatera semasa saya berkarya di Sumatera.
Meskipun
tidak sepopuler di Jawa, Sumatera memang memiliki beraneka corak dan
motif batik yang memiliki keunikan sendiri. Hampir di setiap propinsi di
sumatera memiliki motif dan corak batik sendiri, mulai dari Batik
Palembang, Batik Riau, Batik Tanah Liek Sumatera Barat, Batik Besurek
Bengkulu, hingga Batik Jambi. Untuk mengetahui apa dan bagaimana ragam
batik tersebut saya akan coba berbagi sedikit mengenai tiap-tiap batik.
Batik Palembang,

dalam sejarahnya batik Palembang memang berasal dari Jawa sekitar 100
tahun yang lalu dengan motif yang telah mengalami adaptasi dengan budaya
Palembang. Adapun motif batik Palembang di antaranya adalah kembang
jepri, lasem, sisik ikan, gribik, encim, kembang, bakung, kerak mutung,
sembagi, dan salahi. Selain motif diatas, terdapat motif baru yang
sangat khas nuansa Palembangnya yaitu batik songket, yang memadukan
motif songket kedalam kain batik.
Batik Riau, berdasarkan jejaknya

batik Riau sudah ada sejak zaman Kerajaan Daek Lingga dan Kerajaan Siak
dengan warna khas melayu yaitu kuning atau perak dan menggunakan tehnik
cap. Awalnya batik ini hanya berkembang dikalangan kerajaan dan sempat
tenggelam sekian lama. Baru pada sekitar tahun 1985, pemerintah daerah
mengambil inisiatif untuk mengembangkan kembali batik khas Riau. Dari
pengembangan motif tradisional yang ada diciptakan motif baru yang tak
lari dari akarnya yaitu antara lain: Bungo Kesumbo, Bunga Tanjung, Bunga
Cempaka, Bunga Matahari Kaluk Berlapis, dll. Umumnya motif diatas
memiliki benang merah yaitu berbentuk garis memanjang seperti tabir.
Karena motif yang seperti tabir itulah sehingga Batik Riau juga sering
dibilang sebagai Batik Tabir.

Batik
Tanah Liek Sumatera Barat, disebut batik tanah liek karena salah satu
pewarnanya adalah tanak liek atau tanah liat. Selain tanah liek sumber
pewarna lain untuk batik ini adalah kulit jengkol, kulit rambutan,
gambir, kulit mahoni, daun jerame dan masih banyak akar-akar lainnya
yang juga digunakan. Menurut sejarahnya batik tanah Liek berasal dari
Cina yang dibawa oleh pedagang Cina dan hanya dibuat oleh beberapa
pengrajin di tanah datar. Seperti juga batik Riau, batik tanah Liek juga
sempat mengalami mati suri yang cukup lama, baru pada sekitar tahun
1990-an batik ini mulai kembali muncul setelah Wirda Hanim mencoba
menggiatkan kembali batik Tanah Liek ini. Meskipun batik tanah liek
sudah mulai kembali muncul ke permukaan, akan tetapi perkembangannya
bisa dikatakan belumlah pesat, bahkan tidak sedikit orang minang,
khususnya orang minang yang sudah lahir dan besar di perantauan yang
tidak mengetahui tentang batik nenek moyangnya.

Batik
Besurek Bengkulu, disebut batik besurek karena motifnya menyerupai
kaligrafi huruf arab. Di beberapa kain, terutama untuk upacara adat,
kain ini memang bertuliskan huruf Arab yang bisa dibaca. Tetapi,
sebagian besar hanya berupa hiasan mirip huruf Arab. Selain motif
kaligrafi, batik besurek Bengkulu juga memiliki motif lain seperti motif
bunga raflesia, motif burung kuau, motif relung paku, motif rembulan,
dan banyak lagi. Dilihat dari motifnya, maka batik besurek dapat
dikatakan memiliki karakter dan motif yang khas dan sangat unik
dibandingkan Batik lain di Indonesia yang hanya dapat dijumpai di
Bengkulu. Sayang jika kita mencoba melacak mengenai asal muasal batik
besurek ini, kita akan mengalami kesulitan untuk menemui literatur
mengenai sejarah batik besurek. Dan juga disayangkan, karena kurang
dilestarikan, jumlah pengrajin batik besurek juga terus mengalami
penurunan dari waktu ke waktu.

Batik
Jambi, diantara semua jenis batik khas Sumatera, batik Jambi bisa
dikatakan merupakan batik yang paling populer baik di ‘rumah’ sendiri
maupun di luar propinsi Jambi. Menurut beberapa literatur, konon sekitar
tahun 1857, Batik Jambi dibawa oleh keluarga Haji Muhibat dari Jawa
Tengah. Sesuai perkembangan zaman, Batik Jambi telah memiliki kekhasan
tersendiri dan dikembangkan oleh keluarga raja-raja Melayu Jambi, dimana
setiap kerajaan memiliki motif tersendiri. Sehingga tidaklah
mengherankan kalau sekarang tiap kabupaten memiliki motif tersendiri
yang menambah keragaman dan keunikan motif batik Jambi. Dimana jika
dilihat motifnya, terdapat lebih dari 100 jenis motif batik Jambi,
seperti anca, kapal sanggat, duren pecah, sawit, perahu pencalang,
karet, nagosari, burung punai, rotan, tampuk manggis, riang-riang,
patola, dan lainnya. Beberapa literatur juga menyebutkan, kalau sejak
tahun 1928 batik jambi sudah dikenal oleh dunia luar. Diprakarsai oleh
Tuan Tassilo Adam,
seorang etnolog dan fotografer, yang mengenalkan batik Jambi untuk
pertama kali kepada Departemen Etnologi Institut Kolonial di Amsterdam.
Pewarnaan batik Jambi diambil dari antara lain, kulit kayu bergetah dan
daun jambu, daun mengkudu, serta daun mangga yang direbus dan
memanfaatkan kulit kayu jelutung, kulit kayu bulian, kayu lempato, dan
kulit kayu merbau, yang didapat dari hutan di Jambi. Untuk mencari Batik
Jambi di Propinsi Jambi jauh lebih mudah dibandingkan mencari batik
sumatera lainnya di propinsi masing-masing, karena banyaknya pengrajin
Batik Jambi dan begitu membudayanya batik jambi di masyarakat Jambi.
Batik Sumut yang mulai diperkenalkan

Batik Sumatera Utara
Ketua Dekranasda Sumut, Hj Fatimah Habibi
Syamsul Arifin di sela-sela Peluncuran Batik Etnik Sumut di Aula
Martebe Kantor Gubernur Medan, mengharapkan upaya menjadikan tenunan
khas daerah itu sebagai primadona berbusana PNS bisa pula mendapat
dukungan Ketua Dewan Pembina Dekranasda Sumut, Syamsul Arifin.
“Dengan dukungan dari berbagai pihak terutama Gubsu, maka
Batik Etnik
Sumut yang telah ditetapkan sebagai salah satu pakaian wajib PNS satu
hari dalam seminggu, bisa lebih disosialisasikan kepada seluruh kalangan
masyarakat,” ucap Fatimah.
Dia
menambahkan, ada beberapa ornamen etnis diaplikasikan menjadi corak
motif batik tersebut, di antaranya gorga dari Tapanuli. Selain itu, juga
diusung motif budaya Melayu, Karo, Nias, Tapsel dan daerah lainnya.
Dijelaskannya, seluruh ornamen yang tertuang dalam
motif batik tersebut adalah mewakili ciri khas budaya masing-masing daerah di Sumut.
thanks ya
BalasHapus